Chromolaena odorata, atau di Pulau Timor biasa disebut "sufmuti", oleh banyak kalangan dipandang sebagai gulma merugikan. Sebagai upaya untuk mengendalikan gulma tersebut, pada 1990-an diintroduksi lalat puru Cecidochares connexa setelah ngengat Pareuchaetes pseutoinsulata yang diintroduksi sebelumnya tidak berhasil mapan. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup dan Sumberdaya Alam Undana, yang saat itu dipimpin oleh I W. Mudita, dipercaya sebagai mitra oleh ACIAR dalam melakukan penelitian mengenai pengendalian hayati gulma tersebut. Pengendalian hayati gulma, sebagaimana dengan pengendalian hayati pada umumnya, merupakan cara perlindungan tanaman yang hasilnya baru dapat dilihat dalam jangka panjang. Kini, setelah lebih dari sepuluh tahun telah berlalu, sudah tiba saatnya pengendalian hayati Chromolaena tersebut "dilihat" kembali.
Ngengat P. psedoinsulata dewasa hidup selama kurang lebih satu minggu, berwarna putih, terbang lamban. Betina dewasa meletakkan kelompok telur di permukaan bawah daun. Larva muda memakan daun secara bergerombol, tetapi larva dewasa cenderung soliter. Larva muda selalu berada pada daun, memakan pada siang maupun malam hari, sedangkan larva dewasa turun ke permukaan tanah pada siang hari sebelum akhirnya membentuk pupa pada serasah di permukaan tanah. Di laboratorium, daur hidup ngengat ini berlangsung selama enam minggu. Karena warnanya yang mencolok dan pergerakannya yang lamban, ngengat dewasa dengan mudah dimakan oleh burung. Larvanya dengan mudah diserang oleh berbagai jenis semut, demikian juga pupanya yang berada di permukaan tanah. Ngengat ini memerlukan daun C. odorata segar sebagai makanannya. padahal di NTT pada umumnya dan lebih-lebih lagi di Pulau Timor, sebagian besar tegakan C. odorata mengering pada musim kemarau. Tegakan yang mengering tersebut juga dibakar untuk membuka ladang. Akibatnya, pada musim kemarau populasi ngengat ini menurun dengan drastis dan bahkan musnah.
Lalu bagaimana dengan lalat puru Cecidochares connexa? Lalat dewasa hidup kurang dari satu minggu. Lalat betina meletakkan telur dengan mencucukan ke dalam jaringan pucuk C. odorata. Pada umumnya, pada setiap pucuk terdapat dua telur. Pucuk yang diletaki telur mulai tampak membengkak setelah 2 minggu. Selanutnya pucuk yang membengkak tersebut berkembang menjadi puru berkayu dengan panjang 2-3 cm dan lebar 0,8-1,5 cm. Pada setiap puru terdapat 2-4 larva dalam ruang terpisah. Sebelum keluar sebagai lalat dewasa, lalat membuat lubang keluar dengan meninggalkan lapisan tipis epidermis di bagian luar sehingga lubang tampak seperti jendela yang berkorden. Daur hidup lalat puru berlangsung selama 60 hari. Puru yang dibentuk oleh lalat puru ini diharapkan dapat menghambat pertumbuhan C. odorata. Penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa PS Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Undana menunjukan bahwa lalat puru ini dapat menghambat pertumbuhan vegetatif C. odorata, tetapi tidak mampu menghambat pertumbuhan generatif. Jumlah cabang yang tumbuh di atas puru justeru menjadi lebih banyak sehingga biji yang dihasilkan gulma menjadi lebih banyak. Populasi lalat puru juga sangat menurun pada musim kemarau karena untuk bertelur diperlukan pucuk muda sedangkan pada musim kemarau sebagian besar tegakan C. odorata mengering dan dibakar. Larva di dalam puru juga dimakan oleh berbagai jenis burung pemakan serangga dan juga oleh berbagai jenis semut. Namun demikian, karena lalat dewasa terbang cepat dan lincah dan larva di dalam puru dapat bertahan pada batang C. odorata yang tidak mengering pada musim kemarau maka lalat puru masih dapat mapan. Puru lalat ini kini dapat ditemukan di manapun terdapat tegakan C. odorata.
Faktor-faktor sebagaimana telah diuraikan di atas menyebabkan pengendalian hayati C. odorata kurang efektif. Pengendalian hayati yang dilakukan memang berhasil membuat C. connexa menjadi mapan pada tegakan C. odorata, tetapi gulma ini tetap tumbuh tak bergeming.